Dalam kehidupan sehari-hari kita sudah biasa
mendengar kata-kata detergen untuk mencuci pakaian atau baju. Namun pernahkah
terpikirkan dalam diri kita apa saja komposisi yang ada dalam detergen
tersebut? Apa saja dampak negative dan posiitif yang akan ditimbulkan untuk
tubuh ataupun lingkungan kita? Bagaimana prinsip kerja dari detergen tersebut ?
Semakin berkembang pesatnya kemajuan di bidang kimia dan banyaknya riset-riset
yang dilakukan maka ditemukanlah detergen
pada generasi awal pada tahun 1960 yang digunakan sebagai bahan pembersih dari
hasil samping penyulingan dengan berbagai
tambahan bahan misalnya bahan pewarna, bahan pewangi dan lain-lainnya.
Pengertian detergen sintesis sendiri adalah campuran dari berbagai bahan yang
dapat digunakan untuk pembersihan yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak
bumi (surfaktan, builder, filler, aditif) dan merupakan surfaktan anion garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang
dari natrium (RSO3-Na+ dan ROSO3-Na+).
Detergen sintetik ini memiliki beberapa keunggulan antara lain yaitu mempunyai
daya cuci yang baik, tidak terpengaruh kesadahan air (air yang mengandung
logam-logam tertentu atau kapur), bersifat asam yang kuat sehingga tidak
menghasilkan endapan sebagai suatu asam-asam yang mengendap suatu karakteristik
yang tidak nampak pada sabun.
Komposisi detergen antara lain:
1.
Surfaktan.
Zat aktif bahan organic yang dapat menurunkan tegangan permukaan
cairan khususnya air karena mempunyai dua ujung yang berbeda yaitu hydrophile
(suka air) dan hydrophob (suka lemak ) sehingga memungkinkan suatu partikel
yang menempel pada bahan-bahan (kain atau baju) bisa terlepas/ mengapung bahkan
dapat terlarut didalam air. Surfaktan yang sering dipakai di Indonesia ada dua
yaitu alkil sulfonat linear dan alkil benzene sulfonat. Surfaktan sendiri
terdapat empat kategori surfaktan antara lain adalah Anionik sebagai contoh
alkil benzene sulfonat (ABS), linear alkil sulfonat (LAS), alpha olein sulfonat
(AOS) , Kationik contohnya garam ammonium, Non Ionik contohnya nonyl phenol
polyethoxyle, dan terakhir amphoterik contohnya Ethyl ethylenediamines.
2.
Builder (Pembentuk)
Suatu zat yang yang digunakan untuk efisiensi pencuci dari
surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Disini ada
empat kategori juga yaitu Fosfat contohnya sodium try poly phospat (STPP),
Asetat contohnya nitril try asetat (NTA) dan ethylene diamine tetra asetat
(EDTA) , Silikat contohnya zeolit, dan terakhir Sitrat contohnya adalah asam
sitrat.
3.
Filler (bahan Pengisi)
Merupakan bahan tambahan dalam detergen untuk menambah kuantitas
detergen yang tidak memiliki kemampuan untuk
meningkatkan daya cuci, contohnya adalah sodium sulfat.
4.
Additif
Zat tambahan untuk membuat produk lebih menarik, tidak menambah
daya cuci detergen, jadi hanya bertujuan untuk komersialsisasi produk, misalnya
adalah zat pewarna, zat pewangi, zat
pemutih, dan lain sebagainya. Contoh produknya sendiri adalah enzim, boraks,
CMC (carboxy methyl cellulose), sodium klorida, dan lain sebagainya.
Untuk dampak
positif detergen ini jelas untuk membantu mempermudah pembersihan dalam
kehidupan sehari-hari. Namun tanpa kita sadari banyak pula dampak negative yang
ditimbulkannya misalnya iritasi bagi kulit yang sensitive, kulit terasa perih
dan panas, kulit terasa gatal, bahkan dapat pula menyebabkan kulit kering
hingga mengelupas. Bila sudah ditemukan indikasi tersebut maka segera hentikan
pemakaian karena bila diteruskan akan memperparah keadaan dan sebaiknya segera
konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dampak
negative lain yang terjadi adalah pada lingkungan, detergen merupakan zat yang
tidak dapat diuraikan oleh organisme lain sehingga jika detergen masuk ke dalam
laut maka akan menimbulkan pencemaran air sehingga akan mengurangi kadar
oksigen. Jika hal tersebut dilakukan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama
maka akan mengakibatkan ekosistem yang
ada di dalam laut itu sendiri menjadi rusak, ikan akan mati, tumbuhan tidak
bisa bernafas, binatang-binatang laut juga akan punah.