Minggu, 14 Desember 2014

TEKNIK PENGEMBANGAN INDUSTRI EKOTOURISME KOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN

Abtrak
Hasil penelitian sebelumnya telah diperoleh tipologi pengembangan potensi ekotourisme di Kota Batu dan potensi ekotourisme wisata Cangar. Namun demikian belum diungkap lebih jauh pengembangan industri ekotourisme Kota Batu dalam perspektif kebijakan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengembangan ekotourisme Kota Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengembangan ekotourisme Kota Batu dalam perspektif kebijakan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka fokus penelitian ini adalah pengembangan industri ekotourisme Kota Batu dalam perspektif kebijakan. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain penelitian Fenomenologi. Subyek penelitian adalah Badan Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Kota (Bappeko) Batu dan Dinas Pariwisata Kota Batu. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan wawancara mendalam. Data penelitian yang diperoleh dianalisis dengan analisis kualitatif (content analysis) dengan menggunakan Interactive Model dari Miles and Huberman. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dinyatakan bahwa pengembangan industri ekotourisme Kota Batu dalam perspektif kebijakan jika dikaji dari standar pengembangan potensi ekotourisme menurut indikator International Ecotourism Society dan Mader, sudah termasuk baik. Pengembangan industri ekotourisme melibatkan semua dinas di Kota Batu, dan juga meliputi semua aspek Pengembangan industri ekotourisme melibatkan semua dinas di Kota Batu, dan juga meliputi semua aspek kehidupan yaitu aspek ekonomi, sosial budaya, politik, dan keamanan.
Kata kunci: industri ekotourisme, pengembangan teknis, perspektif kebijakan
PENDAHULUAN
 World Tourism Organization (Boo, 2004) melaporkan adanya pergeseran pada orientasi industri wisata dari industri wisata konvensional menjadi industri ekotourisme. Pengembangan potensi industri ekotourisme menjadi sebuah trend penggalian Pendapatan Asli Daerah (PAD), termasuk Kota Batu yang mempunyai visi sebagai kota agropolitan bernuansa pariwisata. Hasil penelitian terdahulu telah diperoleh tipologi pengembangan potensi ekotourisme di Kota Batu (Budiyanto, 2006), potensi ekotourisme wisata Cangar (Budiyanto,2005), namun demikian belum diungkap lebih jauh pengembangan industri ekotourisme Kota Batu. Dalam kontek Kota Batu sebagai Kota Agrowisata maka pengembangan industri ekotourisme menjadi strategis.

METODE
 Alur Penelitian Penyusunan Konsep Pengembangan Industri Ekotourisme Kota Batu dalam Perspektif Kebijakan
Pendekatan riset yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif desain Fenomenologi dengan subyek penelitian meliputi Badan Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Kota (Bappeko) Kota Batu dan Dinas Pariwisata Kota Batu. Data penelitian dikumpulkan dengan metode dokumentasi untuk data visi,misi, arah kebijakan, konsep, strategi, dan program kerja pengembangan ekotourisme Kota Batu dan wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi kebijakan pengembangan industri ekotourisme Kota Batu yang tertuang dalam Rencana Induk Pengembanan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kota Batu dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu. Sebelum dianalisis data diuji keabsahan datanya dengan menggunakan triangulasi.
 Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan cara analisis isi (content analysis). Analisis isi adalah suatu teknik yang sistematik untuk menganalisis makna pesan dan cara mengungkapkan pesan. Langkah yang dilakukan pada analisis isi dalam penelitian ini menggunakan interactive model dari Miles dan Huberman (Miles & Huberman, 1994). Model ini mengandung 4 komponen yang saling berkaitan, yaitu (1) Pengumpulan data; (2) Penyederhanaan atau reduksi data; (3) Penyajian data; (4) Penarikan; dan Pengujian atau verifikasi simpulan (Budiyanto, 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kota Batu merupakan daerah yang giat mengembangkan industri ekotourismenya dalam upaya meningkatkan PAD, yang tercermin dalam RIPPDA (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah). Pengembangan industri ekotourisme di Kota Batu dilakukan dengan terus menyempurnakan kebijakan yang menyangkut visi, misi, arah kebijakan, konsep, strategi, dan program kerja pengembangan ekotourisme (termasuk industrinya) Kota Batu.
Ekotourisme menurut The Asian Ecotourism Society (2002) dalam Boo (2004) merupakan bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke kawasan alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Sedangkan menurut World Tourism Organization(WTO) dan United Nations Environment Program(UNEP) ekotourisme adalah suatu kegiatan wisata yang menitikberatkan keseimbangan antara menikmati keindahan alam dan upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya. Penerapan ekotourisme yang benar, tidak saja akan mendatangkan devisa tetapi juga dapat mengeliminasi kerusakan lingkungan.
Aktivitas ekotourisme meliputi beberapa prinsip yaitu:
 1) Mengurangi dampak lingkungan;
2) Memberdayakan lingkungan alam dan budaya;
3) Meningkatkan pengalaman positif bagi wisatawan dan penduduk setempat
 4) Meningkatkan dana untuk kegiatan konservasi
 5) Meningkatkan dana untuk kegiatan pemberdayaan penduduk setempat;
6) Meningkatkan sensitivitas untuk kebijakan politik
setempat, lingkungan, dan sosial
7) Mendukung hak pekerja
 8) Fasilitasi pendidikan.
SIMPULAN
Pengembangan industri ekotourisme Kota Batu dalam perspektif kebijakan dilakukan dengan menyempurnakan kebijakan pengembangan pariwisata Kota Batu dengan menggunakan standar pengembangan industri ekotourisme dunia. Pengembangan industri eotourisme tersebut tercermin dalam berbagai aspek kebijakan yaitu visi, misi, arah kebijakan, konsep pengembangan, strategi pengembangan, dan program kerja pengembangan ekotourisme. Pengembangan industri ekotourisme melibatkan semua dinas di Kota Batu, dan juga meliputi semua aspek kehidupan yaitu aspek ekonomi, sosial budaya, politik, dan keamanan. Pengembangan industri ekotourisme berdasarkan indikator The International Ecotourism Societydan Mader di Kota Batu sudah termasuk baik. Hal ini dikarenakan dari indikator pengembangan industri ekotourisme menurut The International Ecotourism Society dan Mader secara umum telah direncanakan dikembangkan dengan baik dalam perpektif kebijakan. Dalam upaya mengembangkan industri ekotourisme Kota Batu, maka diperlukan koordinasi, kerja keras berbagai pihak untuk mengimplementasikan kebijakan pengembangan industri ekotourisme yang terdokumentasi dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kota Batu dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu.


penulis : MOCH. AGUS KRISNO BUDIYANTO












ANALISIS PERBAIKAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP BEBAN KERJA MENTAL

Kondisi lingkungan kerja yang baik akan menunjang pekerja dalam melakukan kerja yang maksimal.Faktor-faktor seperti temperatur, kebisingan, dan vibrasi dapat meningkatkan tekanan psikologis pekerja dan memengaruhi kinerja pekerja. PR Rezeki Abadi merupakan perusahaan rokok yang menggunakan tenaga manusia dalam menjalankan produksinya mulai dari proses pencampuran bahan–bahan dasar
(tembakau, saos dan cengkeh) sampai dengan proses finishin. Berdasarkan hasil pengukuran, temperature dan tingkat kebisingan pada bagian pencampuran lebih tinggi dari kondisi normal sehingga operator di bagian pencampuran merasakan beban psikologis yang tinggi dan sering melakukan kesalahan pada proses pencampuran. Tujuan dalam penelitian ini adalah melakukan perbaikan kondisi lingkungan kerja
di bagian pencampuran tembakau dan melakukan pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT untuk mengetahui pengaruh perbaikan kondisi lingkungan kerja tersebut. 40 sehingga beban kerja termasuk dalam kategori ringan setelah dilakukan perbaikan kondisi lingkungan kerja.
            keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja.Kondisi lingkungan kerja yang baik akan menunjang karyawan dalam melakukan kerja yang maksimal. Faktor-faktor seperti temperatur,kebisingan, vibrasi, dan ketenangan dapat secara langsung memengaruhi kinerja tugas ketika mereka bekerja, hal ini disebabkan beban tekanan psikologis pekerja yang meningkat. PR Rezeki Abadi merupakan perusahaan manufaktur dengan hasil produksi utama adalah rokok. Perusahaan ini menggunakan tenaga manusia sebagai operator utama dalam
menjalankan proses produksi mulai dari proses pencampuran (blending) bahan–bahan dasar (tembakau, saos, dan cengkeh) sampai dengan proses finihing. Berdasarkan hasil pengukuran temperatur dan tingkat kebisingan pada bagian pencampuran, temperatur ruang kerja mencapai 33–36°C dan tingkat kebisingan mencapai 75dB.
Hasil ini menunjukkan temperatur dan tingkat kebisingan lebih tinggi dari kondisi normal yaitu 24–27°C dan 50–60 dB. Kondisi lingkungan kerja yang kurang nyaman tersebut, memengaruhi beban pekerjaan yang dirasakan oleh operator di bagian pencampuran tembakau sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan pada proses pencampuran dan menurunkan hasil produksi rokok. Salah satu metode pengukuran beban kerja mental secara subjektif yang banyak diaplikasikan di Indonesia adalah Subjective Workload Assessment Technique (SWAT). Dalam penerapannya, SWAT akan memberikan penskalaan subjektif yang sederhana dan mudah dilakukan untuk
mengkuantitatifkan beban kerja dari aktivitas yang harus dilakukan oleh pekerja.
            Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan untuk menjawab permasalahan di bagian pencampuran
tembakau PR Rezeki Abadi sebagai berikut:
a. Beban Kerja
Beban kerja operator akan diukur dengan
metode Subjective Workload Assessment
Technique (SWAT), di mana operator diminta
untuk mengurutkan kartu SWAT yang
berjumlah 27 kartu berdasarkan subjektivitas
mereka.
b. Kondisi Lingkungan Kerja
Kondisi lingkungan kerja yang diamati
adalah temperatur dan kebisingan, sehingga
perlu dilakukan pengukuran untuk
mengetahui kondisi lingkungan kerja di
bagian pencampuran yang ada saat ini.
Pengukuran temperatur dilakukan dengan
menggunakan termometer dan kebisingan
dengan menggunakan digital sound level
meter.
2. Pengukuran Beban Kerja Mental Sebelum Perbaikan Kondisi Lingkungan kerja
Metode Subjective Workload Asessment Technique (SWAT) pertama kali dikembangkan
oleh Reid et al. pada tahun 1989. Menurut Reid et al. (1989), metode SWAT akan menggambarkan
sistem kerja sebagai model multi dimensional dari beban kerja, yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu beban waktu (time load), beban mental (mental effort load), dan beban psikologis (psychological stress load). Time load
menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring tugas. Mental effort load adalah menduga atau memperkirakan seberapa banyak usaha mental dalam perencanaan yang diperlukan untuk
melaksanakan suatu tugas.
3. Perbaikan Kondisi Lingkungan Kerja
Berdasarkan hasil pengukuran kondisi lingkungan kerja dan standard lingkungan kerja yang nyaman akan diusulkan perbaikan kondisi lingkungan kerja di bagian pencampuran tembakau agar operator lebih nyaman dalam bekerja sehingga mengurangi stres dan beban psikologis.
4. Pengukuran Beban Kerja Mental Setelah Perancangan Lingkungan Kerja
Perbaikan yang diusulkan selanjutnya diimplementasikan pada bagian pencampuran tembakau PR Rezeki Abadi. Setelah implementasi dalam beberapa minggu, tiap operator diminta memberikan skor SWAT pada tiap elemen
pekerjaan berdasarkan apa yang dirasakan dengan kondisi lingkungan kerja yang baru.
            Berdasarkan pengukuran kerja tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi
beban kerja mental yang dirasakan operator, salah satunya adalah memperbaiki kondisi lingkungan kerja di bagian pencampuran tembakau. Perbaikan kondisi lingkungan kerja dengan cara penambahan blower di ruangan pencampuran. Sedangkan untuk mengurangi kebisingan pada operator pencampuran tembakau dilakukan dengan memberikan penutup telinga (ear plug), sehingga operator dapat merasa lebih nyaman dalam melakukan pekerjaannya.
            Kondisi lingkungan kerja menjadi lebih baik dan lebih nyaman dengan adanya penambahan blower dan penggunaan earplug (penutup telinga) sehingga dapat menurunkan beban kerja operator di bagian pencampuran tembakau PR Rezeki Abadi. Berdasarkan pengukuran beban kerja dengan metode SWAT, rata-rata beban
kerja operator pencampuran tembakau sebelum dilakukan perbaikan kondisi lingkungan
kerja termasuk dalam kategori berat. Setelah dilakukan perbaikan kondisi lingkungan kerja, rata-rata skala beban kerja di bawah 40 sehingga beban kerja termasuk dalam kategori ringan.



penulis     :SRI RAHAYUNINGSIH

ANALISIS RISIKO PEMASANGAN PIPA BAJA PADA PT BALI GRAHA SURYA

             Risiko menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap aktivitas perusahaan sehingga cara terbaik yang dapat dilakukan adalah mengantisipasi dan melindungi diri terhadap risiko. Permasalahan yang terjadi pada PT BALI GRAHA SURYA adalah pada proses welding dan welding inspection, stringing pipa, dan trenching pipa di mana risiko yang terjadi memengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) karyawan dan juga memengaruhi lama waktu penyelesaian proyek. Dalam penelitian ini digunakan konsep manajemen risiko untuk menganalisis risiko operasional, di mana konsep tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi, mengawasi, dan mengkomunikasikan kejadian risiko yang berhubungan dengan segala aktivitas yang terjadi di perusahaan.  Tindakan untuk penanganan risiko tersebut adalah mewajibkan pekerja menggunakan APD, memeriksa semua kondisi isolasi untuk mengetahui kondisi alat yang akan digunakan, bekerja sesuai dengan SOP, memasang dinding pengaman galian, dan penempatan tanah bekas galian minimal 1 meter dari bibir galian.
            Risiko adalah probabilitas suatu kejadian yang mengakibatkan kerugian ketika kejadian itu terjadi selama periode tertentu dan pengaruhnya dapat diukur dengan mengalikan frekuensi kejadian dan dampak dari kejadian tersebut (Mills, 2001). PT BALI GRAHA SURYA merupakan salah satu perusahaan di Surabaya yang bergerak dalam bidang konstruksi perpipaan minyak dan gas bumi. Dalam pelaksanaannya, kegiatan konstruksi mengalami keterlambatan karena banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi sehingga memengaruhi anggaran biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Tujuan utama dari manajemen risiko dalam proyek pipa adalah untuk meminimalkan dampak kerugian akibat dari suatu risiko pada perusahaan.
            pemecahan masalah sangat diperlukan dalam usaha mendukung proses penelitian. Adapun tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan, merupakan tahap pengumpulan informasi untuk mengidentifikasi permasalahan, penentuan tujuan, studi literatur, dan studi lapangan.
2. Tahap Pengumpulan Data, pada tahap ini dilakukan pengumpulan informasi dan data-data awal dari objek penelitian melalui proses wawancara dan brainstorming dengan pihak manajemen selaku responden. Proses pengumpulan data menggunakan dua jenis kuesioner yaitu kuesioner awal, sebagai alat untuk mengidentifikasi variabel risiko yang relevan terhadap objek penelitian.
3. Tahap Pengolahan Data, tahap ini dilakukan setelah variabel risiko yang relevan terhadap proyek diperoleh sehingga dapat dilanjutkan dengan proses penilaian untuk menentukan prioritas risiko yang akan dikelola kemudian. Tahapan pengolahan data yang dilakukan meliputi penilaian probabilitas dan dampak dari segi K3, waktu dan biaya, mengingat ketiga kriteria ini sangat signifikan berpengaruh terhadap faktor risiko yang terjadi (Prihandono dan Wiguna, 2010). Adapun proses penilaian melibatkan 4 responden dari pihak manajemen yaitu manajer proyek, purchasing, site manager, dan HSE. Selanjutnya dilakukan proses pembobotan terhadap dampak risiko dengan menggunakan AHP dan melakukan perhitungan RPI (Alijoyo, 2006). Berdasarkan nilai bobot dampak risiko dan nilai RPI, maka penentuan risiko yang dominan berdasarkan nilai indeks risiko terbobot dapat dilakukan. Dari nilai indeks terbobot, dapat ditentukan respons risiko terhadap risiko yang paling dominan. Pada tahap ini juga akan dilakukan proses pemetaan variabel risiko kedalam matriks probabilitas–dampak (Probability-Impact Grid) berdasarkan atas skala penilaian yang telah ditetapkan (Hanafi, 2009).
4. Tahap Analisis Data, sebagai tahap selanjutnya adalah melakukan analisis pengklasifikasian perlakuan terhadap risiko serta usulan perbaikan terhadap masing-masing risiko kegagalan pada proses pemasangan pipa gas sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan kegagalan proses yang terjadi. Pendekatan yang digunakan dalam analisis data mengikuti pendekatan yang digunakan oleh AS/NZS 4360:2005 yaitu Australian/New Zealand Risk          
PT BALI GRAHA SURYA merupakan salah satu perusahaan di Surabaya yang bergerak dalam bidang konstruksi perpipaan minyak dan gas bumi. Spesialisasi bidang usaha PT BALI GRAHA SURYA adalah mekanikal dan elektrikal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabowo dan Singgih (2009) yang selanjutnya diolah dengan menggunakan skala Guttman maka diperoleh variabel-variabel risiko yang relevan pada proyek pemasangan instalasi pipa gas. Dari 37 variabel risiko yang dianalisis dalam kuesioner pendahuluan, terdapat dua variabel risiko yang tidak relevan yaitu variabel hambatan dari masyarakat yang mengarah ke anarkis dan faktor lingkungan yang mungkin terjadi pada saat pembuangan air hydrotest. Responden yang dalam hal ini adalah karyawan dan pihak manajemen proyek, juga menambahkan variabel risiko yang mungkin dapat terjadi pada proyek. Tambahan variabel risiko dari responden adalah adanya bahaya gangguan pernapasan yang masuk ke dalam sumber bahaya pengecatan. Hasil dari kuesioner pendahuluan akan dipakai sebagai variabel dalam kuesioner utama untuk mendapatkan nilai probabilitas dan dampak dari setiap variabel.
       Variabel-variabel risiko yang relevan terhadap pelaksanaan proyek konstruksi pipa gas pada PT BALI GRAHA SURYA sejumlah 36 variabel risiko. Terdapat 3 variabel risiko yang paling dominan memengaruhi kegiatan konstruksi yaitu (1) bahaya terbakar, sinar UV dari pengelasan, bahaya panas, bahaya percikan api las, bahaya kejatuhan pipa, fume atau asap logam, tersetrum mesin las; (2) risiko tertimpa dan terjepit pipa pada proses stringing pipa; (3) kondisi tanah yang labil yang mengakibatkan keruntuhan pada bantaran sungai. Berdasarkan atas variabel dominan yang dipilih untuk diprioritaskan, maka solusi untuk mengendalikan risiko adalah mewajibkan pekerja untuk menggunakan APD yang sesuai, memeriksa semua kondisi isolasi untuk mengetahui kondisi alat yang akan digunakan, bekerja sesuai dengan SOP, memasang dinding pengaman galian, dan penempatan tanah bekas galian minimal 1 meter dari bibir galian. Beberapa rekomendasi perbaikan berkelanjutan yang dapat diusulkan kepada pihak manajemen adalah memberikan peraturan yang tegas dan jelas terhadap para pekerja agar selalu memakai APD yang sesuai serta mematuhi prosedur yang ada serta pengawasan terhadap pelaksanaan pemasangan pipa tetap dipertahankan agar tidak terjadi kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi pekerja dan perusahaan.


Penulis :FitriaDeviAnggrainidanNiLuhPutuHariastuti*
Sumber: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/industri/issue/view/227



ANALISIS TINGKAT KEBISINGAN PERALATAN PRODUKSI TERHADAP KINERJA KARYAWAN

Penggunaan mesin dan alat kerja yang mendukung proses produksi berpotensi menimbulkan suara kebisingan.Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh tingkat kebisingan terhadap kinerja karyawan.Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung dan kuesioner kepada pekerja di beberapa titik sampling.

            Kebisingan dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan
fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasidan ketulian. Ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan Auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non Auditory seperti gangguan komunikasi, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performa (kinerja), stress dan kelelahan.
            Penelitian dilakukan pada area kerja Power
Plant II PT PERTAMINA (Persero) Refinery Unit V Balikpapan. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan Studi Lapangan (observasi), wawancara dan kuisioner. Observasi dilakukan guna mendapatkan data kebisingan pada tiap lantai di area kerja Power Plant II Pertamina RU V Balikpapan. Wawancara dilakukan kepada pekerja Pertamina di bagian Utilities (Power Plant II) guna mendapatkan data-data yang diperlukan  jumlah karyawan, Peraturan
HSE (Health, Safety, Enviromental) di lingkungan Pertamina RU V dan informasi lokasi yang berpotensi bising. Sedangkan kuisioner diberikan kepada pekerja Pertamina yang berhubungan dengan peralatan produksi untuk mengetahui apakah ada pengaruh kebisingan terhadap kinerja pekerja.
            Dari penelitian, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Variabel Indikator Item Pernyataan
Pada lokasi Kebisingan (X), menyebabkan:
1. Gangguan Psikologis
a. mudah kaget
b. kurang konsentrasi
c. mudah lelah
d. cepat marah
2. Gangguan Komunikasi
a. Sering berteriak di area kerja bila berkomunikasi
b. Sering terjadi salah komunikasi di area kerja
3. Gangguan Fisiologis
a. Pendengaran kurang jelas
b. Mudah pusing/sakit kepala
c. Mual
d. Sesak nafas
Bahkan berpengaruh juga di Kinerja Karyawan (Y), antara lain adalah:
1. Kuantitas
a. Kemampuan menyelesaikan pekerjaan sesuai target yang dibebankan
b. Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang konsisten sesuai standar
2. Kualitas
a. Kualitas kerja sesuai standar kualitas yang ditetapkan
b. Ketelitian dalam melakukan pekerjaan
3. Waktu
a. Ketepatan penyelesaian tugas dengan target waktu yang ditetapkan
b. Kekonsistenan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan
            Dari pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan uji t maka dapat ditarik kesimpulan bahwa level kebisingan di area kerja Power Plant II menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) yang
telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar 98,599 dB (A). Sedangkan NAB yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk area kerja (Industri) adalah sebesar 85 dB (A). Hasil analisis regresi linier sederhana menunjukkan bahwa kebisingan di area kerja Power Plant II berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini ditunjukkan
dari hasil pengujian analisis regresi linier sederhana melalui uji t, diperoleh t hitung sebesar 10,227 lebih besar dibandingkan t tabel sebesar 2,013 atau angka sig. sebesar 0 lebih kecil dibandingkan a sebesar 0,05. Kebisingan pada area kerja juga memberikan beberapa efek Hasil ini mendukung beberapa penelitian terdahulu mengenai pengaruh tingkat kebisingan terhadap kinerja karyawan.

Penulis :Heri Mujayin Kholik dan Dimas Adji Krishna
Sumber: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/industri/issue/view/173



ANALISA KEANDALAN PADA CROSS CUT GIBEN

PT. Gatra Mapan adalah perusahaan manufacturing yang memproduksi berbagai macam type atau jenis rak televisi, dimana sebagian besar proses produksinya menggunakan mesin dengan secara otomatisasi. Faktor penting yang mempengaruhi  produktivitas mesin adalah keandalan (reability ). Karena itu mesin-mesin tersebut harus dilakukan perawatan secara teratur dan terencana supaya tidak mengalami kerusakan. Salah satu mesin yang sering rusak dalam produksi di industry ini adalah mesin cross cut giben.Untuk menghindari terjadinya dari keadaan tersebut, maka diperlukan tindakan perawatan dan pencegahan yang optimal dengan biaya penggantian yang minimum. Oleh karena itu perlu ditunjang menggunakan metode Age Replacement.
            Menurut Sukanto (1991) perawatan adalah "Suatu kegiatan untukmemelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan produksi dan mengadakan perbaikan atau penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Dapat ditarik kesimpulan b ahwa preventive maintenance dilakukan oleh perusahaan pada saat peralatan tersebut  mengalami kerusakan. Menuut Zewis (1987), keandalan didefinisikan sebagai peluang komponen peralatan, mesin atau sistem akan memenuhi kinerja yang diinginkan selama periode  waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.
            Model untuk masalah penentuan interval waktu yang optimal bagi penggantian pencegahan yang umum digunakan adalab Model Age Replacement.Untuk penelitian ini digunakan model Age Replacement dengan criteria minimasi biaya. Dalam model ini saat dilakukannya penggantian pencegahan adalah tergantung pada umur pakai dan component. Penggantian pencegahan dilakukan dengan menetapkan interval yang telah ditentukan jika terjadi kerusakan yang menuntut dilakukannya tindakan penggantian.
            Langkah-angkah yang dilkukan dalam pemecahan
masalah ini adalah:
1. Survei perusahaan, yaitu untuk mengetahui
Permasalahan  yang ada di perusahaan.
2. Identifikasi masalah, dalam hal ini
permasalahan yang dihadapi saat dilakukan
penelitian adalah menurunnya produktifitas
rnesin-mesin produksi terutama mesin Cross
cut giben yang disebabkan seringnya terjadi
kerusakan mendadak, terutama pada
komponen kritisnya sehingga harus diperbaiki
dan dilakukan penggantian komponen sampai
mesin bisa beroperasi  kembali.
3. Studi literatur, yaitu mempelajari pustaka dan
engalaman orang lain dalam bidang yang
sama merupakan acuan dalam menyusun
landasan teori yang akan dipakai. Landasan
teori ini diperlukan supaya penelitian tersebut
mempunyai dasar yang kokoh dan terarah,
karena untuk mernprediksi suatu masalah
diperlukan teori pendahuluan yang tepat,
sehingga permasalalan dapat dilihat dengan
jelas.
4 Penetapan tujuan, yaitu memberikan usulan
pertimbangan bagi pengambilan keputusan
dalam menentukan interval optimal
penggantian komponen kritis mesin cross cut
giben yaitu komponen limit switch dan  sensor
proximity dengan  menggunakan metode Age
Replacement dengan kiteria minimasi biaya.
5. Pengumpulan data, yaitu data-data lapangan
diperoleh pada bagian maintenance yang melaksanakan.
            Berdasarkan analisa data, maka kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah dengan model Age Replecement diperoleh interval  waktu penggantian komponen dengan memperhatikan tingkat keandalan didapatkan bahwa interval waktu yang optimal dan total biaya penggantian untuk masing-masing komponen menjadi lebih hemat.

Penulis : Daryono
Sumber: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/industri/article/view/209


Sabtu, 22 November 2014

SEPEDA MOTOR


Sudah tahukah anda sejarah sepeda motor kawan ? sudah tahukah kalian teknik kerjanya, bagian-bagiannya, bahkan kerusakan-kerusakan yang terjadi pada sepeda motor itu sendiri? Di artikel ini saya akan mencoba mengulas sedikit tentang hal-hal tersebut. Sebelum kita mengenal lebih jauh apa saja bagian dari sepeda motor saya akan membahas tentang sejarah motor itu sendiri. Sepeda motor pertama di dunia pun lahir di Jerman. Sepeda Motor pertama diciptakan oleh Gottlieb Daimler dan mitranya yaitu Wilhelm Maybach. Tahun 1893, sepeda motor pertama yang dijual untuk umum dibuat oleh pabrik sepeda motor Hildebrand und Wolfmüller di Muenchen, Jerman. Sepeda motor ini tidak menggunakan rantai. Roda belakang digerakkan langsung oleh kruk as (crankshaft). Kendaraan sepeda motor dinegara kita yang dulu merupakan suatu barang yang tergolong mewah,namun di era yang sekarang sudah lain ceritanya. Sepeda motor kini sudah menjadi kebutuhan sehari-hari sebagai sarana transportasi masyarakat. Keunggulan sepeda motor sebagai sarana transportasi di banding dengan kendaraan umum lainnya, tidak di pungkiri karena sarana transportasi umum di negeri tercinta ini belum sepenuhnya memuaskan masyarakat. Disamping itu juga dikarenakan ketidaktersediannya jalan jalan yang mendukung transportasi umum eksis. Oleh sebab itu sepeda motor menjadi jawabannya. Prinsip kerja mesin sepeda motor yang di gunakan dapat di golongkan menjadi dua jenis yaitu, mesin dua langkah disebut 2 stroke, maupun mesin empat langkah 4 stroke.
Kedua jenis mesin tersebut dapat menghasilkan tenaga dengan jalan membakar campuran bensin dan udara di dalam ruangan tertutup rapat di bagian dalam mesin. Campuran bensin dan udara di bakar dengan jalan di beri percikan api.  Percikan api ini di hasilkan akibat loncatan listrik tegangan tinggi pada benda yang disebut busi atau spark plug. 
Maka sepeda motor pun juga seperti itu, ada bagian-bagian yang membangunnya sehingga ia menjadi sebuah sepeda motor. Secara kelompok besar maka komponen dasar sepeda motor terbagi atas :
1. Sistem Mesin
2. Sistem Kelistrikan
3. Rangka/Chassis
Masing-masing komponen dasar tersebut terbagi lagi menjadi beberapa bagian pengelompokkan kearah penggunaan, perawatan dan pemeliharaan yang lebih khusus yaitu :Sistem Mesin
Terdiri atas :
a.  Sistem tenaga mesin
Sebagai sumber tenaga penggerak untuk berkendaraan, terdiri dari bagian :
- Mesin/engine               – Sistem pembuangan
-  Sistem bahan bakar   – Sistem pendinginan
- Sistem pelumasan
b.  Sistem transmisi penggerak
Merupakan rangkaian transmisi dan tenaga mesin ke roda belakang, berupa :
- Mekanisme kopling      – Transmisi
- Mekanisme gear           – Mekanisme starter
Sistem Kelistrikan
Mekanisme kelistrikan dipakai untuk menghasilkan daya pembakaran untuk proses kerja mesin dan sinyal untuk menunjang keamanan berkendaraan. Jadi semua komponen yang berhubungan langsung dengan energi listrik dikelompokkan menjadi bagian kelistrikan.
Bagian kelistrikan terbagi menjadi :
- Kelompok pengapian
- Kelompok pengisian
- Kelompok beban
Rangka/Chassis
Terdiri dari beberapa komponen untuk menunjang agar sepeda motor dapat berjalan dan berbelok. Komponennya adalah :
- Rangka                           – Kelompok rem
- Kelompok kemudi        -  Tangki bahan bakar
-  Kelompok suspensi     – Tempat duduk
-  Kelompok roda            – Fender
Seringkali sepeda motor ini juga mengalami kerusakan antara lain yaitu seringnya busi dari sepeda motor itu basah dan sering juga terjadi  kerusakan di bagian karburatornya. Penyebab dari basahnya busi antara lain adalah
1.Bahan Bakar Yang Kotor
Bensin yang digunakan atau yang di beli mungkin bercampur dengan minyak tanah, atau mungkin mengisi bahan bakar di sembarangan tempat, yang tidak menjamin kemurnian bensin.

2.Karburator Kotor
Karburator kotor juga dapat menyebabkan busi cepat kotor, solusinya segera service motor sobat ke bengkel langganan sobat.

3. Oli bocor
Kebocoran Oli bisa saja masuk ketempat saluran bensin sehingga pembakaran tidak sempurna dan menyebabkan busi kotor dan motor menjadi mogok.

4. Kondisi Mesin
Busi basah terus juga bisa disebabkan oleh bagian mesin ada yang rusak.
 Solusinya adalah lakukan service di bengkel resmi..
Sedangkan Karburator merupakan komponen pengatur suplai bahan bakar ke dalam ruang bakar pada sepeda motor. Sehingga jika karburator terjadi kerusakan maka yang perlu anda lakukan pada intinya hanya sebatas melakukan kegiatan pembersihan dan penyetelan karburator.





Sabtu, 15 November 2014

Penyebab Busi Basah Pada Sepeda Motor

Di blog ini saya akan membagikan sedikit tentang Penyebab Busi Basah Pada Sepeda Motor. Busi selalu basah, sudah diganti tetapi setelah dipakai baru beberapa hari bahkan beberapa jam sudah basah motor macet sehingga busi harus dibersihkan dulu atau diganti. Hal itu terjadi karena.

1. Bahan Bakar Yang Kotor
Bensin yang digunakan atau yang di beli mungkin bercampur dengan minyak tanah, atau mungkin mengisi bahan bakar di sembarangan tempat, yang tidak menjamin kemurnian bensin.

2.Karburator Kotor
Karburator kotor juga dapat menyebabkan busi cepat kotor, solusinya segera service motor sobat ke bengkel langganan sobat.

3. Oli bocor
Kebocoran Oli bisa saja masuk ketempat saluran bensin sehingga pembakaran tidak sempurna dan menyebabkan busi kotor dan motor menjadi mogok.

4. Kondisi Mesin
Busi basah terus juga bisa disebabkan oleh bagian mesin ada yang rusak. Solusinya lakukan service di bengkel resmi..

Sumber: http://jeasen.mywapblog.com/penyebab-busi-basah-pada-sepeda-motor.xhtml